Verrell dan Perjalannya Membeli Harapan

11 2 0
                                    

Matahari bersinar begitu terik siang itu, semilir angin berhembus menerpa pohon niur di bibir pantai, bersamaan dengan debur ombak yang terdengar sama seperti hari sebelumnya. Bocah itu berjalan begitu cepat, bahkan sesekali kaki itu dibawa berlari guna memastikan sampai ke tempat tujuan dengan segera. Napasnya tersengal-sengal, kulit hitam sebab sering terpapar matahari itu berkilau karena keringat, baju dengan motif Power Rangers yang dia pakai terlihat basah, serta tangannya yang setia menggengam erat seribu perak yang tadi emaknya berikan.

Namanya Verrell, wajahnya tidak seganteng artis bernama sama sepertinya, bahkan kulitnya saja hitam. Maklum, dia hanyalah bocah yang hidup dilingkungan serba berkecukupan. Hidup di kota kecil seperti Bengkulu, dengan kedua orangtua yang berprofesi sebagai nelayan yang kadang uangnya saja tak cukup untuk kebutuhan hidup mereka berempat. Emaknya juga tidak tahu arti namanya apa, cuma ingin anaknya terlihat keren saja, sudah bukan jamannya lagi kalau pakai nama kampungan seperti Budi, Agus, atau bahkan Ujang.

Verrel baru masuk sekolah tahun ini, umurnya masih tujuh tahun. Padahal sudah membeli baju di pasar bersama sang emak, niatnya ingin bermain di sekolah bersama dengan teman-teman, tapi malah berakhir dengan sekolah lewat hp. Kalau kata Wak Ujang (tetangga sebelah rumahnya), namanya itu kelas onlen. Anak-anak harus belajar lewat hp, nanti diberi tugas oleh guru. Semuanya karena pandemi covid-19 ini, yang mengharuskan semuanya masyarakat beraktivitas di dalam rumah.

Sesampainya di warung Emak Gus (begitu orang-orang disekitar memanggilnya), Verrel hanya terdiam dengan mata bulatnya yang menelisik menatap seluruh ruangan berdinding papan pohon niur itu. Wanita tua yang rambutnya sudah putih semua itu keluar dari dalam sebuah ruangan, wajahnya yang penuh kerutan seolah menunjukkan gestur tanya pada sang bocah.

"Mau beli apa?" Tanyanya, membuat giginya yang hitam karena sering memakan sirih itu terlihat.

Verrel masih diam, matanya terus melirik pada kerupuk-kerupuk yang bergantungan di atasnya. Kakinya berjinjit untuk melihat pada deretan permen di atas meja sebab tubuhnya yang pendek tak dapat melihatnya dengan jelas, tapi setelahnya, bocah itu kembali menghela napas. Keningnya berkerut, sementara Emak Gus masih terdiam sembari mengunyah sirih di dalam mulutnya.

"Emak," panggilnya, yang hanya diberi jawaban berupa sahutan oleh sang empunya nama. "Ada harapan tidak?" Lanjutnya.

"Ah? Harapan?" Emak Gus yang bingung malah balik bertanya alih-alih menjawab, keningnya bahkan berkerut bingung. "Apa itu? Nama kerupuk, atau sabun mandi?"

Verrel menggeleng, wajahnya terlihat gusar. "Bukan Emak, pokoknya namanya itu Harapan. Kata Badul, dia sering membelinya di sini. Harganya seribu," ujarnya lagi sembari menunjukkan uang seribu perak di tangannya tadi.

Sebenarnya namanya itu Abdul, tapi diplesetkan oleh teman-temannya dengan sebutan Badul karena tubuhnya yang gembul. Yang juga teman bermain Verrel sejak kecil, bertetanggaan juga dengannya. Verrel tidak punya ponsel, makanya dia datang ke rumah Badul untuk menumpang ikut kelas daring. Verrel tentu saja bingung dengan tugas yang ibu gurunya berikan, sementara Badul dengan percaya dirinya berkata;

"Tenang Rel, di warung Emak Gus ada. Aku sering beli di sana," yang membuat Verrel menatap dengan mata penuh binar padanya, "harganya cuman seribu."

Hal ini jugalah yang mendasari Verrel tiba-tiba meminta uang pada sang emak setelah kelas daring tadi, membuat sang emak mengerutkan keningnya bingung. Pikirnya, sang anak bungsu ingin jajan keluar setelah sekolah. Tidak tahu saja kalau dia sedang berpetualang membeli harapan di warung Emak Gus gara-gara ucapan yang sangat meyakinkan dari Badul tadi.

Emak Gus sibuk mengacak-acak isi warungnya, tapi apa yang Verrel mau tak kunjung dia temukan. Wanita tua itu lalu mendengus, menyerahkan permen dan kerupuk pada si bocah yang disambut dengan mimik wajah penuh tanya.

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now