Secret Admirer

2 1 0
                                    

Gracia bukanlah sosok yang mudah bergaul. Dia tidak pandai menilai orang lain. Mungkin lebih ke antisosial ketimbang introvert. Selama kuliah dia bahkan tidak punya seorangpun teman akrab.

Hal ini dikarenakan semasa SMA dia berakhir mengetahui bahwa dia hanya dimanfaatkan oleh teman-temannya. Grace anak yang pintar dan sopan, dia tidak pandai menolak sesuatu yang menurutnya buruk dan tidak bisa dia lakukan.

Hingga akhirnya dia menjadi semakin tertutup. Dia tidak ingin berteman dengan siapa pun, sebab dia takut kembali sakit hati. Sendirian bukanlah hal sulit untuk dia lakukan. Dia bahkan bisa menghabiskan sepanjang hari hanya dengan diam di kamar dan tidak merasa jenuh sedikit pun.

Namun kehidupan memaksanya untuk keluar dari zona nyamannya. Gracia tidak bisa terus-menerus menjadi sosok yang nyaman berdiam diri di kamar.

Lantas dengan berat hati, dia melamar perkerjaan yang mengharuskannya bertemu banyak orang setelah lulus kuliah. Walaupun sepulang kerja badannya akan merasakan lelah luar biasa, tetapi Gracia tetap melangkahkan kaki keluar dari rumah untuk berkerja.

Di tempat kerja dia juga dikenal sebagai sosok pendiam yang tidak pandai bergaul. Dia terkesan menjauhi orang-orang dan hanya membicarakan tentang perkerjaan saja. Dia selalu makan sendiri, datang dan langsung pulang tanpa mengikuti pesta yang biasa orang-orang lakukan sepulang kerja.

Seperti sekarang. Dia sedang menikmati makan siangnya sendiri di kantin perusahaan. Perempuan itu duduk di bangku kesukaannya di sudut ruangan. Beberapa dari mereka membicarakan dirinya secara terang-terangan, tetapi Gracia tidak perduli.

Hingga pada menit ke sepuluh setelah dia duduk, ada seseorang yang menarik perhatiannya kini duduk di hadapannya. Sosok itu tersenyum hangat dan menatap lembut ke arah Gracia yang termangu melihatnya.

"Saya boleh duduk di sini, 'kan?" tanyanya sopan dengan bahasa formal dan suaranya yang berat.

Gracia tersentak kaget dari lamunannya, perempuan itu mengangguk lantas mengalihkan pandangannya. Sosok itu terkekeh pelan.

Namanya Darlin. Terdengar seperti sebutan sayang, tetapi bukan. Wajahnya tampan dan menawan. Tubuhnya tinggi dengan bahu lebar yang tegap. Gracia yakin bahwa tidak ada satu pun perempuan di kantor ini yang tidak menyukainya.

Dia adalah sosok manajer baik yang ada di drama-drama. Dia suka membantu dan sosok pertama serta satu-satunya yang Gracia terima di penjuru kantor ini.

"Kenapa suka sekali makan sendiri?" tanya Darlin yang membuat Gracia kembali tersentak kaget karena suaranya yang begitu menenangkan untuk didengar, "Orang-orang di sini tidak mengganggumu, bukan?"

Perempuan itu menggeleng pelan, dia kemudian menjawab. "T-tidak, Pak. Tidak ada yang mengganggu Saya, kok."

"Kamu cantik, kenapa tidak pandai bergaul?"

Gracia kembali tersentak kaget. Dia masih terlalu muda untuk mengalami gangguan pada gendang telinganya hingga membuatnya jadi tuli. Namun yang pasti, ada semburat merah pada pipinya yang muncul setelah kalimat itu masuk ke dalam telinganya.

"Omong-omong, Saya sudah lama memperhatikanmu. Kamu baik dan terlihat lugu," lagi-lagi kalimat itu sukses membuat Gracia tersipu malu, telinganya bahkan terasa panas. "Kamu benar-benar tipe idealku."

Perempuan itu terbatuk-batuk karena tersedak liur sendiri. Lelaki itu tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Gracia semakin merasa malu.

"Jangan bercanda, Pak. B-bagaimana bisa...."

"Apa wajah Saya terlihat bercanda?" tangan itu menyentuh miliknya, Gracia seketika mendongak dan menemukan tatapan serius yang dimaksud.

"Saya sudah lama memperhatikanmu, hanya saja tidak punya kesempatan yang pas untuk berbicara langsung. Makanya sekarang Saya di sini," Gracia masih terdiam dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Saya tahu ini mendadak, tapi Saya mau memantaskan diri untuk kamu. Apakah tindakan Sa

"Jadi kapan kita menikah?"

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now